Friday, September 19, 2008

Wakampas Sorot HPH dan KKN di Aceh Selatan

Edisi Selasa, 3 Juli 2007

Forum Dialog Aceh Selatan Sorot HPH dan Pejabat KKN

Serambi-Tapaktuan
Tuntutan pembekuan izin operasi sejumlah perusahaan HPH yang membuat
sengsara masyarakat serta penyelesaian tuntas sengketa lahan HGU
perkebunan PT Cemerlang Abadi (PT CA) dan PT Patriot Guna Saksi Abadi
(PT PGSA) kembali mengemuka dalam furum dialog bersama di Tapaktuan,
Aceh Selatan, Senin (15/3).
Forum dialog bersama Pemda, mahasiswa, OKP dan masyarakat serta wakil
dari pengusaha HPH dan HGU perkebunan berlangsung di gedung DPRD
Tapaktuan itu berjalan panas dan seru. Apalagi, forum ini juga
menyorot tajam menyangkut dugaan KKN dalam pengangkatan pejabat di
tubuh Pemda, masalah maksiat, serta perjudian yang masih berlangsung.
Dialog tersebut merupakan produk kesepakatan bersama setelah mahasiswa
yang menamakan Wakampas (Wahana Komunikasi Mahasiswa & Pemuda Aceh
Selatan) melakukan unjukrasa di halaman kantor bupati setempat tanggal
27 Februari lalu. Dalam aksi demontrasi yang kedua kali itu mereka
mendesak Pemda segera menuntaskan berbagai bentuk ketimpangan yang
sangat merugikan dan menimbulkan keresahan masyarakat.
Dialog hari Senin itu, dihadiri Bupati Ir T Machsalmina Ali, Ketua
DPRD H Syahruman TB, Kapolres Letkol Pol Drs Gatot Subroto, Kejari
Tapaktuan, unsur Kodim 0107 serta kepala dinas terkait. Ikut juga
wakil dari empat perusahaan HPH masing-masing, M Ali Hasan (PT Asdal
Babahrot), Tigor (PT Hargas Industri Indonesia di Trumon), Ayap (PT
Medan Remaja Timber di Kluet Selatan), PT Gruti Bakongan, dan H Datok
NG Razali pengusaha HGU PT CA di Kecamatan Kuala Batee.
Forum itu dimoderatori Erwanto (Wakampas) dan Asnawi SmHk (dari DPC
Pemuda Pancasila). Kendati berlangsung panas, terutama menyorot
masalah penyimpangan HPH, namun kegiatan dialog yang mendapat
perhatian besar itu berjalan lancar.
Acara berlangsung dari pukul 09.30 sampai berakhir pukul 18.00 WIB,
setelah sempat istirahat dari pukul 12.30 sampai pukul 14.15 WIB.
Ketegangan segera terasa, ketika sejumlah mahasiswa dan masyarakat
tampil mengemukakan dampak buruk dari operasi HPH, sehingga pihak
moderator tampak kesulitan mengontrol jalannya dialog.
Sorotan keras ditujukan terhadap empat perusahaan HPH, PT Asdal, PT
Medan Remaja Timber (MRT), PT Gruti, dan PT Hargas Industri Indonesia
(HII).
Kritikan berkisar pada sejumlah pelanggaran HPH, seperti tidak
melakukan kewajiban Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH), menunggak
IHH dan PBB, penebangan di luar RKT, dan penebangan kembali dalam RKT
lama (relogging), penebangan kayu sepanjang aliran sungai dan di atas
kemiringan 45 derjat, sampai sikap angkuh HPH yang membuka kantor di
Sumatera Utara.
Ditegaskan juga, beroperasinya HPH secara membabi buta tanpa
pengawasan dari instansi kehutanan telah nyata-nyata menimbulkan
kerusakan lingkungan sangat parah. Ironinya, masyarakat harus
menanggung penderitaan berkepanjangan.
Dari sisi sosial dan ekonomi, keberadaan HPH dinilai tidak
menguntungkan baik daerah dan masyarakat. Sebaliknya, HPH
"menghadiahkan" bencana banjir yang meluluhlantakkan prasarana
infrastruktur yang telah telah tersedia.
Afdal Jihad, mahasiswa asal Kuala Batee, misalnya secara tegas meminta
pemerintah segera menutup izin operasional PT Asdal Unit Babahrot
sampai perusahaan tersebut memenuhi seluruh kewajibannya.
Sementara Tgk Abubakar Albayany, tokoh masyarakat Babahrot, bahwa PT
Asdal harus melakukan ganti rugi kepada masyarakat karena banyak areal
lahan garapan yang tertimbun batu yang diseret arus sungai yang
semakin dangkal. "Kalau tidak izinnya harus dicabut".
Fadhli Ali, juga mahasiswa asal Kuala Batee, menyorot sejumlah HPH yang
melakukan penebangan di luar RKT, penebangan kembali di RKT lama serta
penebangan di atas kemiringan 45 derjat sehingga terjadi kerusakan
lingkungan yang harus ditanggung warga sekitar lokasi areal HPH. Kades
Pantee Cermin, Alimin Ali pada kesempatan tersebut menyorot PT Asdal
yang tidak sungguh-sungguh melaksanakan kewajiban bina desa sekitar.
Tudingan serupa ditujukan kepada PT MRT Kluet Selatan, PT Gruti
Bakongan, dan PT Hargas Trumon. Malah, menurut T Muslim, tokoh
masyarakat Trumon, PT Hargas pernah menangkap 46 unit chainsaw milik
masyarakat dan sampai sekarang tidak tentu kemana rimbanya.
Perusahaan ini dalam aksinya mendatangkan aparat berwajib dari Sumut
untuk mengintimidasi dan aparat tersebut bertindak sewenang-wenang
terhadap masyarakat dan perusahaan tersebut pernah menghentikan
karyawan secara paksa tanpa pesangon.
Pihak yang mewakili perusahaan HPH, membantah tudingan keradaan HPH
tidak bermanfaat. Seperti dikemukakan M Ali Hasan dari PT Asdal dan
Tigor dari PT Hargas bahwa mereka memiliki data-data telah melakukan
kewajiban-kewajiban, dan mereka meminta diturunkan tim khusus untuk
menyelidiki kebenarannya di lapangan.
Dalam forum tersebut juga mencuat keberatan bila semua kesalahan
dialamatkan kepada HPH. Seperti dikemukakan Suhaimi, seorang pengusaha
kayu di Kluet Selatan yang terkesan membela PT MRT. Menurutnya,
penebangan liar tidak semuanya dilakukan perushaan HPH, tapi pihaknya
memiliki bukti-bukti bahwa pelanggaran tersebut dilakukan masyarakat,
seperti melakukan tebangan liar.
Bupati T Machsalmina Ali secara tegas mengatakan tidak membela
perusahaan HPH yang terbukti melakukan pelanggaran. Dalam hal ini
Pemda telah mengeluarkan rekomendasi pencabutan PT MRT kepada
Menhutbun melalui Gubernur karena perusahaan tersebut tidak memiliki
batas yang jelas dengan TNGL.
Tentang kemungkinan terjadi pelanggaran oleh HPH lainnya, menurut T
Machsalmina Ali sebuah tim kenerja HPH dari Tk I Aceh dibantu tim dari
Tk II telah turun ke lapangan untuk mendapatkan informasi dan data
akurat. Untuk menyelesaikan masalah HPh disepakati dibentuk tim
perumus terdiri dari unsur Pemda, masyarakat dan pihak perusahaan HPH
sendiri.
Bila terbukti melakukan pelanggaran, pihaknya tidak segan -segan
mengusulkan untuk dicabut. Bupati juga mendukung sorotan HPH yang
tidak membuka kantor di Aceh Selatan, melainkan seluruhnya berada di
Medan.
Kapolres Gatot Subroto menanggapi penangkapan chainsaw oleh PT Hargas
mengatakan akan diusut. Dan moderator dialog, Erwanto (Wakampas) dalam
kesempatan itu meminta pihak PT Hargas memberikan argumen.
Tigor dari PT Hargas membenarkan 46 chainsaw ditangkap, tapi 43 di
antaranya ditangkap aparat kepolisian Polres Aceh Selatan ketika
sedang dioperasikan, karenanya PT Hargas tidak tahu soal itu. Sedang
tiga unit lainnya adalah milik PT HII yang dioperasikan masyarakat
ditangkap POM ABRI dari Sumut.
Tapi argumen Tigor dibantah keras T Muslim yang menyatakan tidak ada
aparat kepolisian setempat yang menangkap chainsaw. Masyarakat tahu
bahwa yang menangkap adalah aparat dari luar daerah yang didatangkan
PT Hargas. "Kami tahu yang mana aparat daerah dan yang mana pula
aparat dari luar daerah," kata mantan anggota DPRD Aceh Selatan itu.
Sengketa PT CA
Menjawab sorotan bahwa sengketa lahan HGU PT CA dan PT PGSA di Kuala
Batee, belum tuntas, Bupati T Machsalmina Ali mengatakan, pihaknya
segera membentuk tim perumus yang terdiri dari Pemda, perusahaan,
masyarakat dan instansi terkait yang bertugas menyelesaikan secara
tuntas kasus tersebut.
"Saya tidak berpihak kepada perusahaan, bila benar lahan cetak sawah
dan lahan garapan masyarakat masuk dalam areal HGU, pihak perusahaan
harus mengeluarkannya. "Saya tidak main-main dalam masalah ini,"
tegasnya dengan suara mantap.
Sedangkan Datok NG Razali, pihaknya telah berupaya kuat agar dapat
hidup berdampingan dengan masyarakat sehingga kehadiran perusahaan
perkebunan miliknya membawa manfat bagi warga sekitar. Sebagai bukti,
pihaknya telah mengeluarkan 710 hektar dari 7.100 hektar areak PT CA
kepada masyarakat. Itu juga belum cukup, sekitar Juni 1998 lalu
pihaknya kembali mengeluarkan 216 hektar untuk dijadikan lahan harapan
masyarakat.(nun)

No comments: