Friday, September 19, 2008

MENDEKLARASIKAN KAUKUS PANTAI BARAT SELATAN DI GRAND NANGGROE BANDA ACEH

Edisi Selasa, 3 Juli 2007
Ketidakadilan Pembangunan Masih
Dirasakan di Wilayah Pantai Barat
Selatan
Banda Aceh, (Analisa)
Terjadinya ketidakadilan dalam pelaksanaan
pembangunan di wilayah pantai barat-selatan Aceh
saat ini masih dirasakan oleh masyarakat setempat,
dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di pantai
timur-utara Aceh, termasuk di dalam pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca konflik, gempa
bumi dan tsunami.
Kenyataan pahit ini lebih diperparah lagi dengan
persentase jumlah angka kemiskinan saat ini yang
juga masih sangat tinggi di kawasan itu, yaitu
mencapai 61,43 persen, dan khusus di Kabupaten
Simeulue, jumlah angka kemiskinan mencapai 81
persen lebih.
Terhadap realitas dan fakta tersebut, sejumlah
masyarakat dari daerah tersebut mendeklarasikan
berdirinya, Kaukus Pantai Barat-Selatan, Senin (2/7)
di salah satu hotel di Banda Aceh.
“Terhadap potret kemiskinan dan ketidakadilan dalam
pembangunan ini, telah mendorong kami pada hari ini
mendeklarasikan berdirinya Kaukus Pantai Barat
Selatan. Kaukus ini dibentuk sebagai forum
komunikasi dan advokasi guna memastikan
terwujudnya keadilan dalam pemerataan
pembangunan. Hal ini penting sebagai bahagian yang
tak terpisahkan dalam mewujudkan perdamaian yang
abadi di Aceh,” ujar TAF Haikal, jurubicara kaukus
tersebut kepada wartawan, Senin (2/7)
Dalam kaukus ini juga terdapat delapan orang
inisiator daerah seperti T Neta Firdaus (Aceh Barat),
Saiful (Aceh Selatan), Fadhli (Aceh Barat Daya),
Asrizal (Aceh Jaya), Zahraim Zain (Simeulue),
Mashudi (Aceh Singkil) Faisal Qubsy (Nagan Raya)
dan Hasbi BM (Subulussalam).
Disebutkannya, pantai barat-selatan adalah wilayah
yang terdiri dari delapan kabupaten/kota yakni Aceh
Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Simeulue, Aceh
Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil dan Kota
Subulussalam.
Dibanding dengan wilayah utara dan timur Aceh,
pantai barat-selatan dengan luas wilayah 228.136
km2 dan jumlah penduduk 867.414 jiwa ini,
dikategorikan sebagai wilayah tertinggal, dengan

potret buram kemiskinan dan keterbelakangan secara
fisik maupun nonfisik. Mulai dari sektor pendidikan,
kesehatan bahkan transportasi.
URUTAN 12 BESAR
Dari 2.029.639 jiwa penduduk miskin di seluruh Aceh,
pantai barat selatan menyumbang sebanyak 531.509
jiwa atau masuk urutan 12 besar.
“Ini artinya, dari 867.414 jiwa total penduduk pantai
barat-selatan, 61,43 persen merupakan penduduk
miskin. Angka ini memberi sumbangan di atas ratarata
angka kemiskinan Provinsi Aceh yang hanya
49,85 persen persen. Jika dirinci, kabupaten yang
paling tinggi tingkat kemiskinannya yakni Simeulue
memiliki 81 persen penduduk miskin, disusul Nagan
Raya, Singkil, Aceh selatan, Aceh Barat Daya, Aceh
Barat dan Aceh Jaya,” ujar Haikal.
Selain itu, lanjutnya, pantai barat-selatan adalah juga
wilayah yang terparah terkena dampak bencana
gempa dan tsunami yang terjadi dua tahun silam.
Dari 1.341 desa yang ada di pantai barat-selatan, 384
di antaranya hancur akibat gempa dan tsunami.
Sedangkan jumlah kota yang rusak karena bencana
26 Desember 2004 ini berjumlah 38, atau 52 persen,
dari 74 kota yang ada di wilayah itu.
Selanjutnya, pantai barat-selatan juga merupakan
wilayah yang terkena konflik bersenjata di Aceh
beberapa waktu lalu, yang selain menyebabkan
ratusan jiwa melayang, juga menimbulkan kerusakan
fisik dan nonfisik pada bangunan milik masyarakat.
Fakta ini membuat daerah itu memberi kontribusi bagi
semakin terisolirnya daerah, sekaligus menambah
banyak kantong-kantong kemiskinan.
“Tanpa harus melihat data yang rinci pun, semua
orang akan maklum bahwa pembangunan yang
terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir
tidaklah memihak pada penduduk di wilayah pantai
barat-selatan. Bahkan, hingga sekarang pun
Pemerintah Aceh melalui alokasi anggaran APBAnya,
belum terlihat akan menjawab terhadap dua
persoalan utama yaitu kemiskinan dan ketertinggalan
daerah,” terangnya.
Menurut TAF Haikal, pantai barat-selatan sampai
saat ini masih sulit dijangkau dan masyarakatnya pun
masih terus berada di bawah garis kemiskinan.
Hal ini terjadi karena seluruh pelaku pembangunan di
Aceh tidak memiliki apresiasi yang cukup terhadap
pantai barat-selatan. Akibatnya, sebahagian besar
alokasi anggaran pembangunan lebih memihak ke
wilayah utara-timur.
“Di sisi lain, kelemahan aparatur pemerintah daerah
di pantai barat-selatan ikut 'berkontribusi' kian
memperburuk kondisi wilayah dan masyarakat di
kawasan ini. Dengan keadaan demikian, sebenarnya
kondisi pembangunan pantai barat-selatan saat ini
adalah sejarah panjang dari ketidakadilan kebijakan
dan alokasi anggaran dari Pemerintah Aceh
sepanjang lima tahun terakhir. Dan ironisnya, sepak
terjang Pemerintah Aceh di kawasan pantai baratselatan
juga masih berkutat dengan
ketidakmampuannya untuk mendorong adanya
perubahan total ketidakadilan itu,” ungkap jurubicara
kaukus itu. (mhd)




Deklarasi Kaukus Pantai Barat-Selatan
“POTRET KEMISKINAN DAN KETIDAKADILAN PEMBANGUNAN”

Pantai Barat-Selatan adalah wilayah yang terdiri dari 8 kabupaten/kota yakni Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Simeulue, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil dan Subulussalam. Dibanding dengan wilayah Utara dan Timur Aceh, Pantai Barat-Selatan bisa dikatagorikan sebagai wilayah tertinggal. Mulai dari sektor pendidikan, kesehatan bahkan transportasi.

Pantai Barat-Selatan adalah juga wilayah yang terparah terkena dampak bencana gempa dan tsunami yang terjadi dua tahun silam. Pantai Barat-Selatan juga merupakan wilayah yang terkena dampak konflik bersenjata di Aceh beberapa waktu lalu. Fakta ini membuat kawasan Pantai Barat-Selatan menjadi daerah terisolir dan tertinggal. Sekaligus menjadi wilayah yang banyak kantong-kantong kemiskinan.

Tanpa harus melihat data yang rinci pun, semua orang akan maklum bahwa pembangunan yang berlaku sekarang pun belum menjawab dua persoalan utama yaitu kemiskinan dan keterisoliran daerah. Pantai Barat-Selatan sampai saat ini masih sulit dijangkau dan masyarakatnya pun masih terus berada dibawah garis kemiskinan. Hal ini terjadi karena seluruh pelaku pembangunan di Aceh tidak memiliki apresiasi yang cukup terhadap Pantai Barat-Selatan. Akibatnya, sebahagian besar alokasi anggaran pembangunan lebih memihak kewilayah Utara-Timur.

Di sisi lain, kelemahan aparatur pemerintah daerah di Pantai Barat–Selatan ikut “berkontribusi” kian memperburuk kondisi wilayah dan masyarakat di kawasan ini. Dengan keadaan demikian, sebenarnya kondisi pembangunan Pantai Barat–Selatan saat ini adalah sejarah panjang dari ketidakadilan kebijakan dan alokasi anggaran dari Pemerintah Daerah Provinsi Aceh sepanjang lima tahun terakhir. Dan ironisnya, sepak terjang Pemerintah Daerah di kawasan Pantai Barat–Selatan juga masih berkutat dengan ketidakmampuannya untuk mendorong adanya perubahan total ketidakadilan itu.

Fakta diatas mendorong kami pada hari ini senin tanggal dua bulan Juli Tahun Dua Ribu Tujuh mendeklarasikan berdirinya KAUKUS PANTAI BARAT-SELATAN. Kaukus ini dibentuk sebagai forum komunikasi dan advokasi guna memastikan terwujudnya keadilan dalam pemerataan pembangunan. Hal ini penting sebagai bahagian yang tak terpisahkan dalam mewujud damai yang abadi di Aceh.

Banda Aceh, 2 Juli 2007
Juru Bicara

TAF Haikal

Inisiator Daerah:
1.T. Neta Firdaus (Aceh Barat)
2.Saiful (Aceh Selatan)
3.Fadhli Ali (Aceh Barat Daya)
4.T. Asrizal (Aceh Jaya)
5.Zairahim Zain (Simeulue)
6.Mashudi (Aceh Singkil)
7.Faisal Qubsy (Nagan Raya)
8.Hasbi BM (Subulussalam

No comments: