Friday, September 5, 2008

Perhatikan Kerusakan Ekologi

Pasca Banjir Bandang Di Abdya Dan Aceh Selatan: Perhatikan Kerusakan Ekologi Sekitar DAS

Waspada Online
Selasa, 8 November, 2005

Blang Pidie: Pemerintah diminta serius memperhatikan kerusakan ekologi di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) karena kondisi yang ada sekarang ini sering menjadi penyebab bencana banjir di berbagai daerah, termasuk di Aceh Barat Daya dan dan Aceh Selatan, pekan lalu.

Direktur Yayasan Aceh Ecotourism Society (Aecost) Fadhli Ali, SE kepada Waspada di Blangpidie, Senin (7/11) mengatakan banjir yang terjadi di dua kabupaten pantai barat NAD itu beberapa waktu lalu erat kaitannya dengan kerusakan ekologi.

“Pemerintah mestinya makin serius melihat permasalahan yang berkaitan dengan degradasi lingkungan dan ekosistemnya serta menyiapkan langkah kongkrit untuk mengatasi berbagai masalah dan dampak yang timbul dari kondisi DAS yang ada sekarang ini,” tegas Fadhli.

Oleh karena itu, tambah Fadhli, sebagai langkah awal pemerintah segera mengidentifikasi dan menetapkan wilayah DAS yang termasuk garis merah atau kondisi kritis. Sebagai skala prioritas utama untuk segera ditangani, jika tidak bencana banjir bakal mengancam pemukiman penduduk dan lahan pertanian di sekitarnya.

Selain itu, kata dia, permasalahan DAS juga harus menjadi perhatian Badan Rekonstruksi Dan Rehabilitasi (BRR). Lembaga itu lahir karena semangat pascagempa dan tsunami untuk membangun kembali Aceh. Sepantasnya juga BRR memperhatikan kondisi ekologi yang hancur dan kerap mengundang banjir.

Dia memberi contoh dalam kasus banjir di Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan. DAS Babahrot dan Krueng Baru saat ini dalam kondisi kritis sehingga intensitas bencana perlu penanganan prioritas. Begitu juga DAS lainnya di dua kabupaten itu.

Fadhli mengatakan sejauh ini kegiatan penanganan masalah DAS di Aceh Barat Daya dilakukan cilet-cilet (kecil-kecilan) dan terkesan menghamburkan uang ke dalam sungai. “Belum setahun proyek pengerukan DAS selesai dikerjakan, beberapa bulan kemudian, mendangkal lagi,” ungkapnya.

Menurut dia, instansi yang menyusun program tidak merasa kapok dengan kegagalan itu. Masih saja mengalokasikan anggaran untuk pengerukan sungai tahun-tahun berikutnya.

“Akhir tahun ini agaknya proyek pengerukan sungai yang menelan biaya ratusan juta bakal lenyap dari pandangan karena dilakukan tanpa perencanaan matang,” ungkap Fadhli.

Oleh karena itu, Fadhli menegaskan penanganan masalah DAS ke depan harus lebih matang baik perencanaan maupun penentuan prioritas. Supaya kegiatan pembangunannya tidak menjadi sia-sia dan dianggap cilet-cilet.

Kecuali itu, Direktur Yayasan Aecost, selain kondisi DAS kritis, penyebab banjir erat kaitannya dengan pengelolaan hutan di sekitar aliran sungai. “Jangan tolerir terhadap eksploitasi kayu ilegal.”(cjr) (sn)

No comments: