Friday, September 12, 2008
Cabut DOM dan Aksi Dengan Tim Pencari Fakta DPR-RI untuk Aceh
Fadhli Berteriak Ke Media Soal Rumah Terlantar
Ratusan Rumah BRR Ditelantarkan
BLANGPIDIE- Ratusan rumah bantuan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias
yang tersebar di seluruh kecamatan dalam Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) realisasi fisik
sangat minim. Proyek rumah bantuan di bawah kendali Manajemen Kontruksi 2 (MK 2), MK 1 dan
Regional IV itu hampir dapat dipastikan tidak rampung dikerjakan tahun ini.
Banyak rumah BRR yang terbengkalai atau ditelantar sangat mengewakan masyarakat penerima. Di antara sampai menangis ketika mengadu ke Kantor Asisten Manajer Perumahan dan Pemukiman (Asperkim) Abdya dan Falisator Kecamatan (FK) setempat.
Dilaporkan, beberapa warga penerima rumah bantuan di Kecamatan Kuala Batee nekad membuat
dinding darurat dari plastik lantaran pihak kontraktor tidak memasang batu bata. Malahan,
sejumlah rumah setelah selesai bangunan pondasi, ditelantarkan kontraktor sehingga lokasi sudah ditutupi rumput.
Hasil investigasi Serambi selama dua hari, Jumat (30/11) dan Sabtu (1/12) cukup banyak rumah
bantuan belum rampung dikerjakan rekanan. Rumah rumah yang dibangun dengan lokasi menyebar sebagian hanya selesai pemasangan atap, tapi belum dipasang dinding dari batu bata. Banyak pula rumah yang hanya selesai dipasang atap bagian depan saja, sementara bagian belakang masih tampak rangka, kosong melompong, dan tidak sedikit pula rumah belum dipasang pintu dan jendela.
Kasus seperti itu banyak ditemukan terutama di Kecamatan Kuala Batee dan Manggeng. Kemudian beberapa rumah di Kecamatan Susoh, Blangpidie, Tangan Tangan dan Babahrot. Warga penerima yang sebelumnya berbunga bunga setelah terdaftar sebagai penerima, kemudian sudah sekilan lama riumah tak selesai. Seperti dialami janda Ny Saren warga Desa Panto Cut Kuala Batee yang memelihara beberapa anak yatim terpaksa membuat dinding rumah ala kadar dari plastik agar dapat ditempati lantaran kontraktor belum memasang dinding dari batu bata.
Kemudian banyak rumah di Kuala Batee ditelantarkan kontraktor setelah selesai pondasi antara
lain rumah Suriati dan Nasrudin warga Pasar Kota Bahagia dan Bukhari, warga Desa Padang Sikabu.
Kasus serupa juga dilaporkan terjadi di Kecamatan Manggeng dan kecamatan lainnya.
Banyak rumah bantuan BRR di Abdya yang bermasalah, dimana realisasi fisik sangat rendah
dibandingkan realiasi keuangan, menurut sumber disebab kontraktor berhasil mengelabui Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Satuan Kerja (Satker) ketika melakukan pencarian dana.
Modus yang dilakukan, kontraktor memasang atap bagian depan saja, kemudian foto dan pintu dan jendela dibuka kembali setelah diambil foto sebagai laporan pencairan dana.
Masalah lain, konsultan pengawas tidak profesional, malah diduga keras kongkalingkong dengan
rekanan sehingga cukup banyak rumah yang salah dari bestek atau mutunya sangat
mengecewakan. Seperti atap bocor, WC rusak dan daun pintu yang tidak bisa ditutup serta tiang
rumah tampak miring. Masalah lain, rekanan pelaksana telah melakukan sub pekerjaan kepada
rekanan lain secara berlapis sehingga tidak diketahui lagi siapa yang sebenarnya yang mengerjakan proyek rumah bantuan yang berselemak masalah itu.
Menangis
Asisten Menajer Asperkim Abdya, Fadli Ali dihubungi Serambi, Sabtu (1/12) menjelaskan, rumah
bantuan BRR yang dibangun dengan lokasi menyebar di Abdya berjumlah hampir seribu unit. Di
bawah kendali MK1 berjumlah 416 unit, MK 2 sebanyak 448 unit, dan di bawah kendali Regional IV (yang telah dibubarkan) berjumlah 152 unit terdiri tahap I, II dan III.
Proyek rumah bantuan itu dikerjakan sejumlah rekanan, antara lain CV Mulieng Indah membangun 100 rumah di Kecamatan Kuala Batee, sebilan unit diantaranya di Desa Pulau Kayu, Susoh. CV Bripo membangun 100 unit rumah di lokasi tersebar di Kecamatan Manggeng, CV Cot Bak Nga membangun 70 unit rumah di lokasi Kecamatan Babahrot dan CV Dwi Cipta membangun 65 unit rumah di kawasan Tangan Tangan dan CV Mita Rezeki membangun rumah di Keamatan Susoh.
Realisasi fisik yang sangat rendah rumah yang ditangani rekanan CV Mulieng Indah di Kecamatan Kuala Batee rata rata di bawah 70 persen dan PT Bripo di Keamatan Manggeng paling paling baru
sekitar 70 persen. Sedangkan rumah lokasi lain sebagian ada yang tinggal finishing (penyelesaian). Fadli Ali mengaku banyak warga penerima bantuan mengadu kepada Kantor Asperkim dan FK kecamatan tentang banyak rumah yang terbengkalai, malah ada yang menangis ketika mengadu nasib mereka. Menanggapi pengaduan warga, menurut Fadli Ali, Asperkim tidak bisa memerintah kontraktor untuk memacu pekerjaan. Karena hal yang menyangkut teknis merupakan wewenang PPK atau Satker yang bisa memerintah rekanan. Sedangkan Asperkim hanya mendata penerima dan menetapkan lokasi pembangunan rumah bantuan tersebut.
Harapan Fadli Ali kepada rekanan dapat menyelesaikan rumah bantuan sehingga bisa dimanfaatkan warga yang sangat membutuhkan.
Ditulis yang baik saja
Sementara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK MK 2), Husni Ibrahim yang dihubungi Serambi melalui Hp pada Jumat malam (30/11) minta untuk tidak menulis namanya sebagai narasumber. Saya sudah lama menjadi pejabat, tapi saya tak mau komentar saya masuk dalam media massa, kata Husni yang mengaku kenal dengan banyak wartawan itu.
Husni minta wartawan untuk menulis yang baik baik saja. Kendati begitu, Husni sempat juga
menjawab pertanyaan Serambi, tapi diminta komentar itu untuk tidak ditulis. Menurut Husni,
kontraktor telah diperintah untuk memacu pekerjaan sehingga pihaknya optimis proyek
perumahan di bawah kendali MK 2 dapat selesai bulan Desember mendatang. Ketika ditanya
realisasi fisik masih minim, terutama rumah yang dibangun CV Mulieng Indah, Husni mengatakan,
kontraktor sudah membuat perjanjian untuk menuntaskan penyelesaian proyek pada Desember
mendatang. Sementara PPK MK 1, Saiful, tidak berhasil dihubungi. (nun)
Friday, September 5, 2008
Aecost Mitra Petani Untuk Percepatan Pembangunan Kebun Rakyat
Serambi Nanggroe : Pertanian
21/07/2007 12:27 WIB
Perkebunan Rakyat Abdya Bupati Serahkan Lima Unit Beko
[ rubrik: Serambi Nanggroe | topik: Pertanian ]
PEMBUKAAN areal perkebunan rakyat dengan komoditi kelapa sawit dan cokelat dalam areal hutan Kecamatan Kuala Batee dan Babahrot yang diprogramkan Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Akmal Ibrahim SH tampaknya semakin serius. Selain mengalokasi anggaran pengadaan bibit dalam APBD 2007 Rp 4 miliar, kemudian pada Kamis (19/7) sore diserahkan 5 unit alat berat jenis back hoe kepada masing-masing ketua seuneubok.
Alat berat tersebut diserahkan bupati dan Ketua DPRK, H Said Syamsul Bahri dalam sebuah acara di Desa Lama Tuha, Kuala Batee. Lima unit alat berat yang disewa Pemkab Abdya itu diserahkan kepada Zulbaidi (Ketua Seuneubok Padang Bak Jok), Zulkifli (Ketua Seuneubok Ie Jeureneh) dan Jufri AS (Ketua Seuneubok Jasa Rakan), Desa Lama Tuha, Kuala Batee serta Irwan (Ketua Seunebok Suka Damai) dan Herman (Ketua Seuneubok Suka Ramai) Desa Alue Jerjak, Kecamatan Babahrot.
Bupati Akmal menjelaskan, alat berat tersebut digunakan untuk penggalian saluran pembuang dan pembuatan badan jalan dalam lokasi areal yang sudah dipersihkan oleh ribuan petani. Tanggungjawab pengelolaan alat berat tersebut diserahkan kepada ketua Seuneubok, dimana biaya operasional, seperti honor operator dan kebutuhan minyak ditanggung Pemkab Abdya.
Realisasi pembukaan aeal perkebunan sudah terbentuk 16 seuneubok masing-masing Blang Makmur, Mate Ie Cot Manggeng, Suak Raja Demet, Arongan Meusara, Barak Dua Kuala Surien, Padang Bak Jok, Ie Jeureneh, Jasa Rakan, Suka Damai, Suka Ramai, Rantoe Panyang, Krueng Ietam Leubok Raja, Dua Sekawan Simpang Gadeng, Barak Dua Ingin Jaya, Lhueng Giri dan Barak Dua Ingin Makmue. Ke-16 seuneubok tersebut berada dalam wilayah Kecamatan Kuala Batee dan Babahrot.
Kemudian ditambah satu seunebok cik Lhueng Manggi, Desa Lama Tuha, Kuala Batee. Masing-masing seuneubok memiliki 5 sampai 9 kelompok tani (KT) dan setiap kelompok punya memiliki luas areal 100 hektar (90 hektar untuk pembukaan lahan perkebunan dan 10 hektar dicadangkan untuk kepentingan sosial). Setiap kelompok tani terdatar 45 anggota dan masing-masing mendapat jatah lahan 2 hektar untuk ditanami kelapa sawit atau cokelat.
Untuk memfalitasi persiapan lahan bagi petani, Pemkab Abdya sudah menyerahkan kepada Aceh Ecotourism society (Aecost), Direktur, Imam Sahputra dan Advisor, Fadhli Ali SE. Dalam hal ini, Aecost telah bekerja memfalitasi persiapan lahan dan ribuan warga Abdya dari kecamatan-kecamatan sedang melakukan perbersihan lahan secara besar-besar dalam wilayah hutan yang membentang sejak Kuala Batee sampai Babahrot.
Petani penggarap yang telah terdaftar dalam 93 kolompok dan masing-masing kelompok punya 45 anggota maka jumlah petani mencapai 4.185 orang (93 x 45) sehingga luas areal garapan seluruhnya mencapai 8.370 hektar, suatu jumlah tidak sedikit untuk areal perkebunan rakyat.
Mempersiapkan lahan seluas itu, sedikitnya dibutuhkan 10 unit alat berat jenis back hoe untuk menggali saluran pembuang dan pembuatan badan jalan lokasi perkebunan. Dalam hal ini sebagaimana dijelaskan Advisor Aecost, Fadhli Ali, Pemkab Abdya akan menyewa 8 unit alat berat.
Dari jumlah tersebut 5 unit sudah diserahkan kepada Ketua Seuneubok pada hari Kamis (1/7) sore dalam acara kenduri potong kerbau di Jalan IDT, Desa Lama Tuha, dan 3 unit lagi segera menyusul. Sedangkan 2 unit alat berat lagi Bupati Akmal Ibrahim telah mengupayakan bantuan dari PMI Provinsi NAD. Pembukaan lahan perkebunan rakyat komoditi sawit dan cokelat dengan membuka hutan kawasan pesisir Kuala Batee dan Babahrot merupakan sebuah terobosan besar dan cukup berani dari Bupati Akmal Ibrahim. Dia bercita-cita rakyat Abdya tidak menjadi buruh di negeri sendiri, tapi harus bisa memiliki lahan perkebunan minimal 2 hektar/KK. Makanya, diapun mempersilakan masyarakat Abdya untuk mengambil lahan 2 hektar. Syaratnya sangat mudah hanya dengan menunjuk KTP sebagai warga Abdya.
Program yang tergolong fantastis ini melaju sangat cepat. Betapa tidak, dalam APBD 2007 sudah dialokasi anggaran pengadaan bibit sawit dan cokelat mencapai Rp 4 miliar. Kemudian masing-masing seuneubok sudah mendapat bantuan awal masing-masing Rp 5 juta untuk pembangunan pondok tempat istirahat atau musyawarah petani. Kemudian BRR NAD-Nias tahun 2008 mendatang telah memprogramkan bantuan 500 ribu batang bibit sawit untuk petani Abdya.
Jalan-jalan dalam lokasi perkebunan rakyat itu juga dibangun dan dalam kawasan tersebut telah disediakan lahan 100 hektar sebagai tempat praktek Politeknik Pertanian, disamping itu telah dipersiapkan pula lahan industri 100 hektar yang berada sekitar 1,5 km dari Pantai Samudra Hindia.
Kemudian setiap kelompok dengan luas areal 100 hektar, 10 hektar diantaranya dicadangkan untuk kebutuhan sosial. Artinya di kawasan belantara dengan rawa-rawa tersebut nantinya akan menjelma sebuah kecamatan baru dengan penduduk yang memiliki areal sawit dan cokelat. Luar bisa.(nun)
Perhatikan Kerusakan Ekologi
| |||||||||||||||||||
![]() |
Asperkim Di Geulanggang Gajah
Serambi Indonesia
Sabtu, 5 agustus 2006
Untuk Bantuan Rumah BRR, Setiap Unit Dipungut Rp 1 Juta
BLANGPIDIE Masyarakat Desa Gelanggang Gajah, Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Abdya, sangat kecewa terhadap kinerja BRR. Pasalnya, dalam pembangunan rumah lembaga tersebut memungut biaya kepada setiap yang mendapat bantuan sebesar Rp 1 juta.
Sejumlah warga Desa Gelanggang Gajah, Kuala Batee kepada Serambi, Kamis (3/8) mengatakan, mereka sangat kecewa terhadap kinerja BRR, dimana dalam pembagian paket pembangunan rumah terkesan pilih kasih dan tidak tepat sasaran. Sebab, dari 24 unit rumah yang akan dibangun tersebut terlihat orang orang yang dekat dengan pengurus. Begitu juga rumah tersebut diperuntukan untuk kaum dhuafa, sementara korban tsunami yang sangat layak mendapatkan tidak kebagian dalam paket.
Apakah bantuan BRR itu termasuk untuk kaum dhuafa, kata salah seorang warga yang menyayangkan adanya beberapa orang korban tsunami yang tidak punya apa apa lagi, tetapi tidak mendapatkan bantuan tersebut. Lagipula kaum dhuafa yang mendapatkan bantuan tersebut belum tergolong miskin, atau masih banyak warga yang lebih miskin dari itu. Bahkan, ada juga bantuan paket BRR tersebut diberikan kepada warga yang sudah mendapat bantuan rumah dari Dinas Sosial. Kami tidak keberatan, tapi lihatlah apakah layak mereka menerimanya, kata Amri dan Muzakir yang datang ke Biro Serambi Blangpidie, Rabu (2/8) sore.
Bukan itu saja, masyarakat melaporkan BRR juga mengutip biaya kepada masyarakat sebesar Rp 1 juta setiap unit rumah yang akan dibangun, jika tidak, bantuan rumah tersebut akan dialihkan kepada orang lain. Kami dipaksa, jika tidak, kami tak mendapatkan rumah tersebut, kata warga lainnya.
Selain itu, ada juga di antara warga yang dulu sudah didaftarkan sebagai penerima bantuan rumah BRR, tapi belakangan namanya tidak tercantum, alias dihapus dengan alasan yang bersangkutan tidak memiliki tanah. Padahal, mereka sudah disediakan tanah oleh keluarganya, kata Sayuti.
Untuk itu, warga Desa Gelanggang Gajah minta BRR Provinsi turun ke lokasi, dan mengharapkan supaya pembangunan rumah tersebut ditunda dulu. Jika tidak, permasalahan dalam masyarakat tetap saja terjadi, apalagi mengingat hal itu mengundang kecemburuan sosial sesama warga.
Sementara Asisten Manajer Perumahan dan Pemukiman BRR Kabupaten Abya Fadhli Ali yang ditanyai Serambi, menjelaskan, pembangunan rumah di Desa Gelanggang Gajah Kuala Batee, berjumlah 24 unit dengan tipe 36 plus, dan 54 jatah rehab, dibangun dengan bantuan BRR NAD Nias, yang diperuntukan untuk korban gempa dan tsunami.
Namun, ia mengaku dari jumlah 24 unit tersebut terdapat sejumlah penerima yang bukan tercatat sebagai korban tsunami, tapi kaum dhuafa. Hal itu adalah permintaan warga setempat untuk dibangun pada saat pertemuan pertama dua bulan lalu, katanya. Sejauh ini ia mengaku belum tahu ada warga korban tsunami yang tidak kebagian paket tersebut. Sebab, diakuinya pihak BRR hanya menentukan penerima dan lokasi berdasarkan laporan kepala desa dan verifikasi di lapangan. Selanjutnya, membuat uji publik selama sebulan yang ditempelkan pada dinding kios, pos jaga, dan di tempat tempat yang dianggap sering dikunjungi warga.
Tujuan uji publik tersebut merupakan kesempatan bagi warga yang belum kebagian untuk mendaftarkan diri. Setelah itu, BR baru mengadakan pertemuan untuk memilih komite di desa (yang membantu proses pembangunan di desa). Jadi, siapa saja yang menerima itu adalah hasil pendataan yang diakukan komite di desa yang ditunjuk kepala desa. BRR hanya menerima laporan dari komite desa, jelasnya.
Menurutnya, kesalahan tersebut adalah kesalahan warga karena tidak mendaftarkan dirinya kepada komite selama masa uji publik. Apalagi sebelumnya telah diumumkan kepada warga untuk hadir pada rapat. Pada waktu tersebut tidak ada warga yang mengeluh, tambahnya.
Ditanya tentang pungutan biaya yang dilakukan oleh pengurus sebesar Rp 1 juta/unit kepada masyarakat, Fadhli Ali menjelakan, dalam peraturan BRR tidak dibenarkan pengutipan biaya berupa apapun kepada masyarakat yang dibangun rumahnya. Fadhli mengaku hal itu bukan dilakukan BRR, melainkan dilakukan oleh panitia masjid.
Hal itu diketahuinya dari hasil pertemuannya dengan masyarakat setempat menyangkut isu yang berkembang bahwa BRR mengutip biaya pembangunan kepada masyarakat. Fadhli sangat menyayangkan peristiwa tersebut, sebab ada pihak yang mengambil kesempatan, karena yang berkembang di masyarakat yang mengutip biaya sampai Rp 1 juta itu adalah BRR. Kita sudah larang panitia pembangunan masjid untuk mengutip biaya kepada masyarakat, karena sejumlah masyarakat mengaku dipaksa harus megeluarkan biaya tersebut. Sementara pihak BRR tidak pernah menganjurkan hal itu, tegasnya.(az)
Launching of South West Aceh (ABDYA) District Recovery Forum
Launching of South
South West Aceh (ABDYA) KRF was launched on the 24th of May, 2007 in the DRPD HALL. Among the 88 attendees were the BUPATI, Head of DPRD, Head of BAPPEDA, Head of Police District (KAPOLRES), Head of KPA, All Heads of Dinases, Camats, Association Representatives, Religious Leaders, Women Representatives, and Youth Representatives. NGOs such as SIRA, IFRC, Rekompak, P2DTK, AECOST also participated.
The response of the local government, communities and all involved in the launch was encouraging and points to great expectations in the community for resolving development issues in ABDYA. ABDYA Bupati, Akmal Ibrahim, formally opened the forum by emphasizing its role gathering information and identifing priorities for ABDYA. The complete database and district profile will serve as useful tools to assist in promoting ABDYA to broader audiences. Any donors and NGOS who are interested in implementing their programs in ABDYA could get accurate and sufficient information.
Pak Bupati announced his expectation that the proactive involvement of all parties in the forum would help speed up recovery activities and enable the realigning of the reconstruction process in accordance with the perspective of the district government.
Outlining these perspectives, Pak Bupati explained that the focus needs to be on local community empowerment in order to adapt the job market to newcomers from tsunami-affected regions outside of ABDYA. Fortunately, BRR and NGOS have constructed thousands of houses to assist these people. The broader challenge now is to find sustainable solutions for the newcomers and the people of ABDYA to get decent jobs. Poverty eradication through innovative strategies that take these new circumstances under consideration is a main priority of the district government.
One of the strategies that the office of the Bupati has planned is to focus on the gardening that was left behind during the conflict. 15,000 hectares are available and Bupati plans to provide 2 hectares of land and palm oil tree seeds chocolate tree seeds for each household. At present, the district government has procured 500,000 chocolate seeds and 250,000 palm oil trees to this end. At the same time, Pak Bupati acknowledged, basic infrastructures facilities are needed to ensure the plan bears fruit this as the district government does not have the budget to fulfil these basic needs.
Physical facilities for health and education have reached an important target by now being available to all ABDYA community. Having reached this critical milestone, for the next year the district government will focus on improving quality. Unfortunately, the same cannot be said for basic infrastructures needs. Here the district government has a smaller budget.
Pak Bupati informed the audiences that he has hired a fisheries expert from west java to assist in improving fish seedlings. This expert will work closely with the department of oceanography and fisheries. The office of the Bupati took this initiative in order to assist the community in managing and developing this skill as fishing is a mainstay of the district’s livelihood.
Dewi Elyana, Head of UNORC-Meulaboh, noted that she was pleased to attend this recovery forum launch.
It is hoped, she explained, that the forum will showcase synergies between the activities of all parties present in order to identify gaps and overlaps activities. This is also to speed up the recovery activities in accordance with perspective of district government.
UNORC is fully committed to assist the process of recovery, reintegration and reconstruction and is looking forward to supporting all forum members in actualizing the goals of ABDYA government.
Fadli Ali, Asperkim, reminded participants that the district was weak even before the tsunami and earthquake. A lot of things should be prioritised in this current government period such as, basic infrastructures needs, reintegration of ex-combatants, reconstructions processes and local empowerment.
All these mentioned above should be fully accommodated with strong support from all parties involved and the district government particularly, which in line with the aspiration at all community levels and it is expected that the implementation will reach the targets as planned.
DPRD representative, Rusli, outlined the rate of poverty in ABDYA as the following:
- 47,8% is the poverty average number of Mukim population
- 26% is the poverty average number of absolute poverty
- 30% is poverty average number of unidentified unemployment
The overall ABDYA population stands at about 120,000 people. All these statistical numbers above should be rechecked carefully for future purposes.
Women representative (L-P3A), Rahma R, mentioned the role and involvement of women. Women should be involved significantly within processes of recovery. To do so effectively, women’s capacity needs to be improved.
Garda Madina Institute, T.M. Daud, stated that government bureaucracy is in need of reform. Public services provision is not optimal, he noted, and added that it is perceived that there is no sensitivity to this fact. To this end, a publication outlining the development and governmental progress should be made available to inform the public of what is being done. This would enable the community to provide relevant inputs to the process as well as monitor ongoing activities within ABDYA. Finally, he added, district government is not supposed to rest its powers on old regulations and procedures. Regrettably, the Law on Governing Aceh (UUPA) is not very clear in this respect.
KPA Leader, T. Abdurahman, stated that the district government should fulfill their commitment throughout the district. There are huge numbers of damaged and burnt houses in several sub-districts that have not been completed yet. Uncertainties exist and the aspirations of ex-combatants have still not been catered too fully. He suggested that the district government should involve KPA members in activities relating to improving the lives of ex-combatant members.
Youth representative (Muda SIGUPAI), Ulul Azmi, stated that Muda Sigupai organization is willing to fully support this recovery forum. Moreover he enclosed the preliminary proposal for collecting data assessments systems and prepared the strategy ahead which involved all youths, youth leaders and community leaders.
Vice Religious leader (MPU), Mr. Said, stated that there are some problematical issues that head of villages have frequently visited and asked for the numbers of data that the head villages did not know the purposes for.
Business association representative stated that there are some market venues that have not been occupied by the traders. It is noted that 6 market venues are not yet fully functioning.
· Joint Secretariat
Head of BRR Regional IV, Mr. Taqwalla was grateful that the planned project targets of BRR regional IV for 2007 in ABDYA were accomplished on time.
Sunday, August 31, 2008
Saat menyusun laporan akhir tahun 2007 ini kami harus membuka kembali dokumen lama berupa foto visual kegiatan pertemuan yang dilakukan dengan berbagai pihak terutama warga korban. Membuka kembali data beneficeries yang dari waktu ke waktu mengalami perubahan hingga bulan Mei 2007. File-file pengiriman data ke Direktorat Prakarsa Pembangunan Partisipatif (PPP) yang terkirim melalui email setiap bulan ternyata sangat membantu.
Membolak-balik dokumen lama memunculkan kenangan dan perasaan tersendiri, terutama ketika membuka foto-foto pertemuan warga yang waktu itu sering sekali dilakukan pada malam hari. Untuk memacu realisasi kegiatan pendataan dan verifikasi, siang hari digunakan untuk melakukan pendataan door to door yang mirip pekerjaan manteri statistik. Apalagi di Aceh Barat Daya kerusakan akibat dampak gempa jauh lebih dominan dari tsunami, kerusakan bangunan akan dapat secara persis diketahui dengan cara meneliti sampai ke dalam rumah. Karenanya berjalan kaki door to door menjadi kebiasaan yang lumrah dilakukan sampai berbulan-bulan. Jadi dalam situasi demikian pilihan waktu terbaik untuk pertemuan warga dilakukan pada malam hari.
Setelah lebih setahun mengerjakan kegiatan pendataan akhirnya kami dapat juga memiliki kantor dan fasilitas yang memadai. Masa “kantor diatas roda” pun berakhir. Fasilitas ini tidak saja memudahkan Asperkim tapi juga memudahkan warga korban dalam mendapatkan pelayanan seperti menyampaikan berkas permohonan dan mendapatkan informasi mengenai program pemberian bantuan perumahan pasca gempa dan tsunami. Sebelumnya, warung kopi, kaki lima atau mobil adalah kantor bagi Asperkim dalam melaksanakan tugasnya.
Mengenang “road map” yang sudah dilalui selama hampir dua tahun, menjadi staff di garis depan dalam pendataan beneficeries di kedeputian perumahan, ketika mendapat kabar mengenai cara pimpinan di BRR NAD-Nias mengapresiasi hasil pendataan yang dilakukan kami menjadi terhenyuh. Pendataan dikatakan berjalan "lamban". Menurut mereka pendataan adalah suatu pekerjaan yang sederhana.
Telah banyak peristiwa yang menggelitik sekaligus memprihatinkan sebagai memori dan catatan sejarah berkaitan dengan program pemberian bantuan dhuafa atau “korban” salah urus pembangunan, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) maupun bantuan korban post konflik. Semua bermuara pada muncul masalah, protes dan demonstrasi dalam implimentasinya.
Mencermati dana bantuan yang berjumlah trilyunan dan jumlah unit bantuan perumahan yang disalurkan BRR untuk jumlah korban yang berjumlah ratusan ribu KK, maka kejadian demonstrasi, protes sekaligus hujatan yang dialamatkan kepada BRR masih kurang “kencang”. Padahal begitu banyak orang ingin memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan langsung maupun tidak langsung. 1 (satu) unit rumah bantuan bernilai puluhan juta (60-an sampai 70-an juta) tentu membangkitkan hasrat mereka untuk memperoleh walaupun harus dilakukan dengan berbagaimacam tipu daya. Rusuh soal perumahan di BRR masih lebih rendah di banding peristiwa penyaluran dana kompensasi BBM yang hanya bernilai Rp 100.000 per KK. Begitu banyak demonstrasi dalam kasus itu dan banyak kepala desa yang dipukul dan rumahnya di datangi warga. Konon lagi dengan jumlah bantuan yang berjumlah puluhan juta yang disalurkan melalui program bantuan perumahan BRR NAD-Nias.
Sekalipun demikian tentu dalam proses pendataan yang dilakukan oleh Asperkim terdapat kelemahan dan kekurangan yang boleh jadi disebabkan adanya kelalaian maupun tuntutan keadaan dan situasi. Pemahaman terhadap konteks dan arus permasalahan psikologi sosial paska gempa/tsunami maupun konflik yang terjadi di Aceh yang lebih baik akan membantu untuk mendapatkan gambaran background wilayah jelajah terkait dengan pekerjaan pendataan yang dilakukan oleh Asperkim.
Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.
hasEML = false;